Sunday, March 20, 2011

Gambar-gambar untuk Autobiografi

Ketika aku berumur 3 tahun












Udah kayak superman belum?




Tante Evi-Kakakku-Avi-Aku
Lagi jalan-jalan lupa tempatnya

Ulang tahun ku yang ke-4
Mamaku menyuapiku kue tart

Saat kelahiran adikku, Hani semuanya bahagia  :)

Kelas 9A, kelas dimana aku mendapatkan banyak pengalaman
yang tak terlupakan, I love you 9A :)


Lorong 9A!
Tempat mejeng anak 9A sambil nunggu waktu les masuk

Aku dan temanku Teika, Vita yang ngambil fotonya.
Maaf ya vit, nggak ku masukkin foto kita :p

Aku dan Kakak ku,
Aku megang COS(Chord Of  Strength)
dari Kak Karin :)













Tuesday, March 1, 2011

Let's talk about AIDS





Let’s talk about AIDS
AIDS? ‘Horrible’


            Jika kita bertanya pada seseorang akan hal ini, dia pasti akan menjawab ‘horrible’. Jawaban itu memang cocok dengan penyakit yang satu ini, selain terkenal penyakit ini juga cepat merambah di bumi yang tua ini. Penyakit ini masuk kedalam nominasi ‘7 penyakit paling mematikan didunia’.
           
            Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan lembaga khusus untuk menanggulangi AIDS dari PBB (UNAIDS), melaporkan estimasi jumlah penderita HIV/AIDS di seluruh dunia pada tahun 1990 adalah 7,8 juta dan pada akhir Desember 2007 mencapai 33,2 juta, dimana 90% berasal dari negara berkembang. Estimasi jumlah kematian yang disebabkan oleh HIV/AIDS mencapai 2,1 juta orang, dimana 76% terjadi di wilayah Sub Sahara Afrika yang merupakan penyebab kematian utama di wilayah tersebut. Sedangkan jumlah infeksi baru HIV/AIDS adalah 2,5 juta dan 68% terjadi di Sub Sahara Afrika.

            Benua Asia diindikasikan memiliki laju infeksi HIV tertinggi di dunia, sedangkan Afrika tengah mengalami perluasan dampak buruk HIV/AIDS di berbagai sektor pembangunan ( Beni, 2004). Prevalensi HIV tertinggi terdapat di wilayah Asia Tenggara dengan tren epidemik yang bervariasi di setiap negara. Tren epidemik di Kamboja, Myanmar dan Thailand menunjukkan penurunan, sedangkan di Indonesia dan Vietnam malah semakin meningkat. Secara keseluruhan estimasi jumlah orang yang mengidap HIV/ AIDS pada akhir 2007 di Asia adalah 4,9 juta orang, termasuk 440.000 orang yang merupakan kasus baru dan mencapai 300.000 orang meninggal karena AIDS

            Kini di seluruh dunia diperkirakan lebih dari 40 juta orang mengidap HIV/AIDS. Sekitar 75% yang tertular HIV/AIDS berada di kawasan Asia Pasifik dan Afrika. Lebih dari 20 juta jiwa telah meninggal karena AIDS. Jumlah itu bukanlah jumlah yang kecil. Pada peringatan Hari AIDS sedunia tanggal 1 Desember 2003, WHO dan UNAIDS telah memberi warning. Kedua organisasi dunia itu memberi peringatan bahaya kepada 3 negara di Asia yang saat ini disebut-sebut berada pada titik infeksi HIV. Bahkan bisa dikatakan ketiga negara tersebut berada dalam posisi serius. Berdasarkan laporan WHO dan UNAIDS ketiga negara itu adalah China, India, dan Indonesia. Apalagi ketiga negara itu memiliki populasi penduduk besar di dunia.


            Tips mencegah tertularnya AIDS

 1. Hindari penggunaan jarum suntik secara bergantian.
 2. Tidak berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seks, hindari    seks bebas.
 3. Hindari penularan melalui tranfusi darah dengan memastikan transfusi yang  aman.
 4. Hati hati dengan resiko penularan terhadap keturunan, dengan tidak memberikan   ASI pada bayinya.



Dan ingat! Penyakit ini tidak menular akibat sentuhan. Keep touch and keep smile

My Short Story





Pengalaman bukanlah sebuah buku yang dapat diciptakan , pengalaman juga bukan lah sebuah tulisan yang dapat diubah kebenarannya, namun pengalaman adalah petunjuk  dari masa lalu
                                                    bila



    Masa Bayi dan Balita


          Suasana  dingin malam begitu terasa, detikan jam terus bertambah, seuntaian do’a terus ia panjatkan demi kesalamatan seorang bayi yang saat ini sedang terlelap didalam perut buncitnya. Wajah sosok seorang ibu kental terasa, kasih sayang yang ia berikan begitu terasa hingga membuat detikkan jam terasa cepat.

            Sebuah hentakkan keras terasa, membuat sang ibu merasakan sakit yang teramat pedih, dan saat-saat itulah perjuangan seorang ibu mempertaruhkan nyawa demi keselamatan buah hatinya. Lelah keringat yang telah ia cucurkan, terhapuskan  dengan sebuah senyum ketika ia mendengar tangisan bayi mungil dengan jenis kelamin wanita. Bayi itu terlelap, matanya masih menutup dan bayi itu hangat dipelukan sang ibunda.

            Tepatnya pukul 20.30 bayi itu lahir,  pada hari Kamis malam tanggal 15 Febuari tahun 1996, dirumah sakit Bumi Waras, Bandar lampung. Bayi itu adalah aku. Nabila Kharimah Vedy adalah nama yang ditakdirkan Tuhan untukku, diciptakan kedua orang tuaku dengan harapan agar aku bisa menjadi seperti arti namaku.

            Aku dilahirkan dalam lingkungan keluarga yang sederhana, aku adalah anak kedua dari dua bersaudari saat itu. Ayahku, Ir Vedy Pudiansyah adalah karyawan sebuah perusahaan yang cukup besar. Perusahaan itu mencakup 3 provinsi dinegeri ini yaitu, Lampung, Bengkulu, dan Palembang. Tak mengherankan jika keluarga ku selalu berpindah-pindah.

             Saat itu aku adalah anak bungsu, dengan umurku yang baru memasuki 3 tahun setengah, namun aku sudah masuk kesebuah Taman Kanak-kanak.  Diawal kelahiranku aku harus merasakan tinggal didaerah pedesaan, tepatnya di Suli. Suli adalah merupakan abdiling yang memproduksi minyak dari kelapa sawit.

            Saat aku kecil, ketika aku sedang asik bermain di Tk ku, terjadi pemberontakkan atau gertakkan sejumlah kelompok orang yang tidak menyukai kehadiran PTP dalam lingkungannya. Saat mengetahui kabar itu, ibuku langsung menjemputku di Tk. Aku sempat bingung dan sedikit ikut cemas ketika melihat wajah ibuku yang begitu khawatirnya.

            Kami bersama-sama banyak ibu-ibu yang lainnya diamankan ketempat yang aman dari para pemberontak. Kami sempat bersembunyi di perkebunan sawit, saat itu aku tak tahu apa-apa, aku hanya mengira saat itu ibu sedang mengajakku jalan-jalan.

            Aku hanya tinggal disana selama empat tahun lamanya. Karena konflik yang menegangkan itu, ayahku ditugaskan kedaerah lain di Palembang. Aku menjadi murid baru di TK Pertiwi, TK yang letaknya tak jauh dari pusat kota, dan berseberangan dengan rumah sakit. Saat itu aku sedang berdiri didepan kelas dengan rambut pendek seperti laki-laki, dan juga gayaku yang masih sangat pemalu. Guru mempersilahkanku untuk memperkenalkan diri, aku hanya menyebutkan namaku “Bila” bukan “Nabila Kharimah Vedy”. Semua teman-teman baruku menyambut hangat, itu hanyalah awalnya, namun apa yang aku rasakan setelahnya?.

            Aku ditinggal sendirian, disaat mereka tertawa, atau berbagi sesuatu, aku hanya berada dibelakang sebuah lingkaran yang mereka buat, serasa tak ada sedikit celah untukku agar dapat masuk kedalam lingkaran itu. Aku duduk sediri disebuah ayunan, rasa sepi yang kurasakan. Seorang laki-laki yang kukenal bernama Robi, menayapaku. Dialah sahabat pertamaku disana, saat itu aku masih ingat, dia berdiri didekat ayunanku dan bertanya padaku dengan lugunya. “Kok nggak main sama yang lain?”tuturnya lembut , aku hanya menggeleng dan menjawab, “Nggak ada yang mau ngajak main”. Saat itu aku hanya berbicara padanya untuk beberapa menit, setelah itu dia langsung pergi untuk bermain lagi dengan teman laki-lakinya, dan nyatanya aku tetap sendiri.

            Berhari-hari, bahkan berminggu-minggu, tidak ada yang mengajak ku bermain sama sekali, hingga akhirnya aku menangis. Dan saat itu akhirnya aku diajak bermain, yaitu bermain rumah-rumahan, aku diposisikan sebagai anak bawang, aku akan berperan jika aku dipanggil. Namun, nyatanya hingga bel masuk kelas tidak ada yang memanggilku, dan akhirnya aku harus menangis lagi. Suasana semakin ricuh, sampai-sampai orang tuaku harus turun tangan, mau tak mau pulang dari TK ini aku harus didampingi Ibuku yang biasanya sibuk, karena Ibuku adalah seorang Guru di SMEA saat itu. Masih naik becak sebagai antar jemputku, Om Henri dengan setianya menjemput dan mengantarkanku kesekolah bersama kakakku, Hanna Insani Vedy.

            Sebuah kejadian hampir merengut nyawaku pernah terjadi, disuatu siang ketika hari itu Om Henri tidak bisa menjemputku, jadi Kak Sidik, Kakak angkatku yang sudah bersama keluargaku kurang lebih 5 tahun lamanya, menjemputku. Saat itu Aku sedang berjalan ditrotoar sebelah kiri, sangking kekanak-kanakannya aku saat itu, siapa saja temanku yang kutemui pasti langsung kuteriaki namanya, dan aku pasti berjalan mendekatinya.

            Saat itu aku bisa melihat Amel, yang bersama Bibinya yang sedang asik berjalan ditrotoar sebelah kanan, aku memanggil namanya, mungkin dia tidak mendengar. Aku berlari mendekatinya, namun aku tidak melihat disebelah kiriku  ada sebuah puso berwarna hijau mendekat kearahku.

            Aku sempat saat itu tak bisa berbuat apa-apa, untungnya kakak Sidik langsung menarik tanganku. Aku hanya membisu setelah kejadian itu, semua orang yang berlalu-lalang tampak panik. Saat itu aku menangis, kalau aku bisa bayangkan sekarang, kalau saat itu aku benar-benar tertabrak, apa yang akan terjadi kepadaku?. Aku benar-benar takut saat itu, aku benar-benar merasa sangat bodoh.

            Aku mempunyai seorang uwak disebelah rumahku, bukan uwak kandung hanya karena ia baik terhadapku, dan aku sering dititipkan dirumahnya. Aku merasa dia adalah keluarga keduaku, Uwak sebelah, itu panggilan sayangku untuknya. Sambel beraek adalah sambel favoritku yang dibuatkan uwak spesial setiap aku pulang sekolah.

           

           



Masa Anak-Anak


          Tahun 2000, aku kini beranjak menaiki level lebih tinggi dari sebelumnya, aku memakai seragam putih merah, yang sangat-sangat kuidam-idamkan sejak TK. Umurku memang masih lima tahun namun, aku sudah menjadi murid SD, karena aku sudah lancar membaca dan menghitung.

            Masa Anak-anak merupakan masa tersuram dalam hidupku. Semua orang mengatakan bahwa keinginan terbesar anak untuk menghabiskan waktunya bermain, adalah pada saat ia melalui tahap masa anak-anak. Namun nyatanya aku tak merasakan hal itu sama sekali.

            Kali ini kisah ku di Muara Enim sudah berakhir dan beranjak ke Padang Ratu desa Karang Sari, sebuah desa kecil di Lampung Tengah yang penuh dengan pohon kelapa sawit. Cukup terpencil, semua penduduknya berkehidupan berkecukupan. Mungkin harta bukanlah pengukur dari segalanya, namun jiwa gotong royong, saling menghargai yang benar-benar kental kurasakan disini.

            Aku bersekolah di SD Negeri 1 Karang Sari, sebuah sekolah yang satu kelasnya berjumlah 50 orang, tidak semua murid memakai sepatu. Aku duduk dibangku nomor dua, suasana belajar disana mungkin tidak seenak suasana belajarku di sekolahku sekarang ini. Disana banyak sekali temanku adalah seorang pengembala sapi, salah satunya Lela. Meskipun dia sering mengembala sapi-sapinya, dia sering mampir kerumahku, terkadang bertanya tentang PR, atau sekedar hanya bermain.

            “Selalu perhatikan jalan, nanti keinjek kotoran sapi” kata-kata itu selalu teringat dalam otakku ketika harus mengingat kembali masa-masa kecilku disana. Memang itu adalah fakta, saat kita mau melintasi jalan-jalan kecil bahkan jalan besar, kotoran sapi dimana-mana. Banyak teman-temanku yang menggunakan sendal jepit, 1 buku untuk 3 mata pelajaran. Disini aku benar-benar dilatih untuk menghargai orang lain, dilatih untuk tahu susahnya mencari makan, gigihnya perjuangan ingin sekolah.

            “Jangan lupa pakai sendal, nanti keinjek duri sawit” Lela pernah mengatakannya padaku, namun nyatanya dia yang malah terinjak duri sawit. San aku bisa melihat betapa besarnya duri sawit itu menancap dijempol kakinya. Jika, kuingat kembali kenangan ini aku masih dapat mengingat dimana saat itu aku sedang berdiri.

            “Hati-hati banyak ular, jangan keluar rumah sembarangan”. Selain banyak kotoran sapi, duri sawit, disini juga banyak Ular. Pernah aku melihat Ular berwarna hitam, seprti cobra masuk kedalam bagasi rumahku, bahkan masuk kedalam kamarku. Untung saja ada tongkat khusus ular, dan kakak Sidik ku yag akhirnya mengeluarkan ular itu.


            “Jangan lupa kunci pintu belakang, nanti ada babi hutan masuk” itu kata Bibiku saat aku menemaninya yang ingin mengambil balok kayu. Dan benar saja tak lama setelah Bibiku mengatakannya, aku melihat Babi hutan. Sebelumnya Bibiku ingin mengambil sebuah balok kayu, dan saat ingin merapatkan pintu belakang, tiba-tiba ada seekor babi hutan yang mendekat, dengan jelas aku bisa melihat muka babi itu karena terkena timpahan sinar dari lampu, melihat itu langsung saja Bibiku merapatkan pintu dan menguncinya. 

 Disinilah aku belajar segalanya, aku sempat bersyukur pernah tinggal disana. Aku mendapatkan pengalaman, aku bisa belajar, aku bisa mencontoh betapa gigihnya seorang pelajar negeri ini, betapa kuatnya semangat mereka sekolah, betapa hebatnya mereka dalam membagi waktu, betapa mandirinya mereka.
            Ada suatu kejadian saat aku sedang bermain disebuah pondok didekat waduk, saat itu Lela sedang asik dengan ayunan yang ia ciptakan. Ayunan dari kain gendongan, halitu tampak menyenangkan hingga timbul rasaku ingin mencobanya. Sialnya, saat aku yang menduduki ayunan itu aku harus terjatuh hingga tangan kiriku sengkel. Untuk menyembuhkannya orang tuaku mengajakku kesengkel putung.

            Awalnya aku merasa cukup percaya diri, namun ketika aku sedang duduk diruang tunggu. Banyak terdengar jeritan histeris yang membuat niatku urung, bulu kudukku malah naik, ingin rasa aku kabur dari tempat itu, namun mau tak mau akhirnya aku harus merasakan hal yang sama seperti orang itu. Alhasil, tangan kiriku dapat digerakkan dan aku bisa menggunakan tangan kiriku secara normal. Namun tanganku tak seutuhnya normal.

            Aku tinggal disana hanya berlangsung selama 4 tahun, dan seperti biasa aku harus pindah, dan kali ini aku pindah ke Kota Bengkulu. Rumahku disana tidak jauh dari pantai, jadi setiap hari minggu aku suka menghabiskan waktuku untuk jalan-jalan bersama temanku. Kali ini aku harus menjadi anak baru lagi di sebuah SD yang cukup tenar dikota ini SDN 05 kota Bengkulu. Saat itu aku duduk dengan seorang gadis yang umurnya diatasku, dia bernama Maryati. Saat pertama kali aku ikut pelajaran, aku harus mengerjakan soal yang sama sekali aku belum pernah tahu sebelumnya, dan saat itu aku harus mendapat nilai 5. Harus kuakui, sistem belajarnya jauh lebih cepat dibandingkan sekolahku dulu. Jadi aku harus gelabakkan untuk mengejar pelajaran yang tertinggal. Cukup berat namun hal itu merupakan tantangan untukku agar bisa membuatku terus ingin berjuang.

            Saat aku duduk dikelas 4 SD, aku sangat menyukai permainan sepak bola. Hingga-hingga karena aku melihat seorang temanku yang hebat menjadi seorang kiper, dari saat itu aku mulai ingin menjadi kiper. Aku lulus dari SDN 05 dengan nilai yang memuaskan, dan aku berniat untuk melanjutkan bersekolah di SMPN 4 kota Bengkulu. Sekolah itu adalah idamanku sejak aku SD, karena itu adalah sekolah terfavorit ke-2 di kotaku. Ingin rasa aku berteriak jika aku masuk kedalam SMP itu.



Masa SMP


            Masa SMP adalah masa dimana anak-anak yang akan memasuki tahap remaja merasakan cinta monyet. Kebanyakkan orang berkata seperti itu padaku, namun aku tak begitu ambil pusing soal itu. Beberapa temanku mengganti gaya rambutnya untuk terlihat lebih cantik saat penerimaan siswa baru ketika akan masuk SMP nanti. Jujur aku tak terlalu ambil pusing soal itu, menurutku yang harusnya berubah dalam diri kita, bukan penampilan, melainkan sikap yang lebih mencerminkan sosok yang tidak kekanak-kanakkan.

            Seuntaian do’a terus terucap dibatinku, semuanya menaruh harapan padaku. Hanya Tuhan yang bisa menwujudkan harapanku saat itu. Dering telpon gengam berbunyi, aku yang saat hari pengumuman penerimaan siswa baru di SMP favoritku ini masih berada di Bandung. Aku menekan tombol hijau ragu-ragu. Dari ujung telpon terdengar teriakan kemenangan, dari ujung sana. Fitri, sahabatku dengan sangat bahagianya memberi tahu kabar bahwa ia dan aku telah diterima  masuk ke SMP N 4 kota Bengkulu.

            Predikatku menjabat sebagai murid SMP N 4 membuat aku benar-benar serius belajar disana. Aku berusaha mati-matian untuk mendapatkan gelar murid berpredikat baik, namun memang sulit, karena sainganku cukup berat. Aku termasuk murid yang hampir tersepak dari sudut pandang nilai, tak heran aku akhirnya masuk kelas ujung, kelas 7-6.  Tapi saingan ku berat-berat disini, aku terus berusaha keras walaupun akhirnya aku tidak mendapatkan hasil yang maksimal.

            Di kelas 7-6 ini, aku merasa bahwa aku benar-benar tak dianggap, wali kelas ku hanya ingin dekat dengan murid yang cari perhatian. Dan terang saja aku tak termasuk didalamnya, rombongan Eva dan kawan-kawan adalah sekelompok anak pencuri hati guru yang paling handal disini. Tak heran Eva disemester pertama juara 3 padahal kalau disuruh jujur masih pintar Rafet. Aku disemester pertama mendapat Rangkin ke-9, itu sudah membuatku cukup puas.

            Aku merasakan tahun-tahun yang menyebalkan disini, selalu dimusuhi hanya mempunyai teman-teman yang berkatagorikan anak-anak culun. Sering diejek, bahkan terkadang mereka benar-benar bertindak bukan seperti manusia. Bagiku masuk ke SMPN 4 adalah sama saja membuka kembali masa-masa suramku di TK.

            Setahun telah aku rasakan di SMP yang ku idamkan itu, aku benar-benar merasa lepas ketika harus pindah dari SMP itu untuk melanjutkan sekolah ke Bandar Lampung. Kota yang ku idam-idamkan, kota kelahiranku. Dengan perpisahan yang terasa berat, aku harus meninggalkan seluruh kenangan yang telah tumbuh subur disini. Meninggalkan sahabat dirumahku, Nuzul, Vina yang lebih dahulu pindah, Ridha, Ayu, dan lainnya. Teman-temanku sejak SD walaupun sering terjadi pertengkaran dengan Bella, Fitri, Amel, Chika, Ghina, Hesti, Pemi, Mitha, Mbak Nova, Ayuk Ira, Triza, Vanya dan yang lainnya. Namun perpisahan itu bagaikan sebuah ucapan selamat datang untuk ditempat berikutnya. Pantai panjang yang indah, tempat aku menghabiskan waktu ketika pagi hari dihari minggu bersama Nuzul dan kawan-kawan. Main kerumah Chika menghabiskan waktu baca komik bareng, main dibawah pohon seri, sama Vanya. Mendengarkan cerita dari pemi, yang korban dari Tsunami di Aceh, main bola kaki, sampai kaki pada gatel. Semuanya seakan tertata rapih dalam sekenario, membuat aku mengucurkan air mata ini deras daripada perpisahan ku sebelumnya. Hanya kata sampai jumpa dan lambaian tangan yang kuberikan.

            Aku menaruh harapan, pada sekolah baru yang akan kumasuki saat itu, SMP N 09 Bandar Lampung. Pada awalnya aku sedikit ragu untuk masuk ke SMP tersebut, karena aku begitu yakin kalau sistem KBM di Lampung jauh lebih cepat.

            Perkiraanku melesat, syukurnya aku bisa mengikuti sistem KBM yang diberikan. Aku masih sedikit janggal ketika harus menggunakan kata “gua”, karena di Bengkulu untuk menyebut kata saya, diwakilkan oleh kata “ambo”. Saat pertama kali memijakkan kaki disana, aku sering keceplosan menggunakan  kata “ambo” dan mereka hanya menjawab “apa?”. Namun, sekarang aku sudah terbiasa menggunakan kata “gua” walau itu bukan kata resmi.

            Aku mengikuti tes yang diadakan oleh SMP baru ku ini, nilai yang cukup bagus membawaku masuk ke kelas 8b. Awalnya, ada sebagan orang atau kelompok yang kurang menyenangi aku hadir disini. Jujur hal itu membuatku merasa sedikit gusar. Waktu terus bergulir, jarak antara kami yang awalnya kurang dekat, kini bagaikan saudara, tidak ada perbedaan.

            Setahun aku menikmati waktu di kelas 8b, membuat aku merasa nyaman dan ingin terus selamanya begitu, namun pada awal semester baru aku mendapat kesempatan besar untuk masuk ke kelas unggul, 9A.

            Pada awalnya keadaan kelas terbelah menjadi dua, dengan murid yang berjumlah 31, hanya ada 5 pria dikelas ini. Mantan anak kelas 8a membuat sebuah geng, sebenarnya bukan geng, hanya mereka yang sering menghabiskan waktu bersama, dan kurang ingin bercampur dengan kami anak-anak mantan 8b.

            Hal itu memang sedikit menimbulkan perselisihan diantara kami, terkadang harus terjadi konflik. Namun, perbedaan mampu menyatukan semuanya, yang awalnya kami kurang dekat, kini dekat sekali sampai-sampai terkadang kantin Mbak Ida penuh dengan anak kelas 9A.

          Ada seorang guru yang masih ku ingat saat ini, guru yang mengajar bagai militer, namun ia lah  guru yang mengajarkan ku displin. Memberi semangat besar untuk mencoba sesuatu hal yang baru, dan aku yakin dia selalu mendukungku dimanapun aku berada. Dia adalah Ibu Susi, kini aku merasakan rindu yang teramat dalam padanya. Dia adalah guru bahasa Indonesia favoritku. Pada awalnya aku selalu menjalin sedikit konflik dengannya, ibu itu begitu memperhatikan gerak-gerikku, hingga terkadang aku merasa gugup dan tegang. Terlebih lagi saat ulangan, waktu itu aku hanya ingin meminjam Tipe-X, ibu itu langsung menegurku dan menudngku kalau aku mencontek. Dari saat itu, jika ada ulangan bahasa Indonesia, nilai ku selalu murni.

            Tak rela rasanya hati melepaskan sahabat-sahabat terdekatku, Aldira, Selvi, Fahlovi, Nada, Dita, Anita, Ita, dan lainnya. Harus terpisahkan oleh sebuah impian, walaupun harus berpisah namun aku percaya kami akan masih terus bersahabat meski waktu telah terkikis.

           

            Masuk kedalam 9A adalah pijakkan besar untuk ku melanjutkan sekolahku, ke SMA favoritku, SMA Negeri 2 Bandar Lampung. SMA itu terletak persis disebelah sekolahku. SMA yang sangat diidam-idamkan semua orang.  Kalau ditanya siapa yang mau masuk Smanda, semua orang pasti tunjuk jari.

            Aku lulus dengan nilai yang cukup memuaskan di SMP ku ini, namun terlebih dahulu datang kebahagiaan untukku. Aku diterima di  Smanda, sebuah  keajaiban terasa dalam hidupku. Aku selalu merasa bahwa ilmu yang kupunya tak sebanding dengan anak-anak yang masuk SMA disana.

           

           


Masa SMA


           

            Minder, satu kata yang kurasakan ketika berdiri jauh dari orang-orang yang membuat sebuah lingkaran. Hanya segelintir orang yang ku kenal. Sebuah pengumuman mengahruskanku berdiri pada sebuah barisan. Aku berlari menuju mendekati sebuah papan pengumuman mengenai masa Orentasi yang akan berlanjut kedepannya. Namaku tertera pada kelompok “Hawthorn”, sebuah kelompok dengan nama yang cukup aneh.           Tujuan awal aku masuk SMA ini sebenarnya karena aku ingin sekali menjadi arsitek, dan aku berharaap dengan hadirnya aku disini aku bisa menggali lebih banyak ilmu, dan mendapat kan kemudahan dalam masuk ke Universitas favorit ku ITB.

            Di kelompok ini, banyak sekali anak-anak yang ceria, kelihatannya ceria, karena mereka tak bisa di ajak untuk diam. Namun, akan terus bicara jika diajak bicara, dan mereka selalu tersenyum, juga tertawa. Aku merasakan kedekatan pada kelompok ini, sayangnya pembagian kelas harus membuat dari beberapa kami terpisah.

            Awalnya aku yang dulu sebangku dengan Nidi, kini aku sebangku dengan Indri. Memang beradaptasi adalah cara paling amjur untuk saling terbuka satu sama yang lainnya. Aku sekarang menjadi anggota bagian dari keluarga X-8. Kelas yang paling aneh, banyak kena marah, kadang kotor, berisik, heboh, namun aku sangat merasa nyaman disini.

            Disini tempat aku mendapatkan ilmu, dan mendapatkan arti persahabatan. Main kartu, kucing buta, banyak banget deh. Hari kemerdekaan kami disini adalah hari Jum’at, karena kami hanya belajar pelajaran Olahraga dan juga seni budaya. Tak heran ketika hari Jum’at semua anak-anak kelas ini pada bersemangat, berbeda dengan hari senin, hari dengan pelajaran yang penuh dengan pelajaran eksak.
            Aku berharap dengan hadirnya aku dalam kelas ini, aku akan mendapatkan kebahagiaan dan juga pelajaran. Murid-murid kelas ini paling heboh kalau pelajaran Bu Tarigan, mau yang bandel sekalipun kalau ia sudah ngomong pasti yang bandel langsung diam. Ingin rasa waktu terus bergulir dalam detik-detik indah pada Masa SMA. Banyak orang yang bilang, kalau masa yang terindah adalah Masa SMA. Intinya semoga impianku tercapai dan prestasiku membaik dalam tahap-tahap ini. Terus berjuang!